Halo Ryan secara resmi didirikan (as a business) pada 12 juni 2019. Tepat 3 bulan setelah gue memutuskan resign dari tempat kerja gue dulu. Sebenernya dulu ini cuma proyek iseng di tahun 2017 pas gue masih jadi mahasiswa di Politeknik Negeri Jakarta. Kala itu, ada seorang temen dari UNJ (Univ Negeri Jakarta) yang minta bantuin ngoding untuk TA nya. Kebetulan namanya Ryan. Ada juga dosen yang minta bantuin olah data dalam bahasa Python. Kemudian beredarlah dari mulu-ke-mulut bahwa ada anak mesin PNJ yang bisa bantuin ngoding untuk penelitian. Akhirnya satu persatu anak kampus dan dosen lain mulai menghubungiku.

Project ini sempat berhenti pada tahun 2018 saat gue harus bekerja di sebuah perusahaan rintisan yang bergerak dibidang pendidikan juga. Meski project sudah dihentikan, masih saja banyak yang menghubungiku. Ini berarti ada kebutuhan real yang tak bisa kita abaikan begitu saja.

Saat gue pulang dari Korea pada akhir tahun 2018, saat itulah proyek ini mulai coba digagas kembali. Dan lahirlah Halo Ryan bersama tim yang baru di pertengahan musim panas 2019. Disitu ada kak Irwan, Edwin dan belakangan masuk Kak Surya & Mba Inda.

Satu setengah tahun berselang, gue ngeliat bahwa keknya masalah pendidikan Indonesia jauh lebih besar daripada mahasiswa yang malas atau ekonomi yang rendah. Mahasiswa di Halo Ryan rajin-rajin dan rata-rata golongan ekonomi kuat. Mereka cuma diperas oleh hegemoni pendidikan tinggi, gengsi antar kampus, intervensi dosen yang kurang kompeten, dan buruknya sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang sudah terlanjur salah mendarah-daging.

Btw guys. masuk akal gak sih menurut kamu, ketika kita disuruh belajar supaya dapet pekerjaan bagus tapi dosen yang ngajarin kita bisa jadi adalah pengangguran yang gak pernah mengecap dunia industri sama-sekali. Terus kita bayar UKT puluhan juta rupiah cuma buat "iya buk, siap buk", "iya pak, siap pak". Terus kita bayar lebih di tingkat akhir katanya untuk bimbingan skripsi, tapi kita sama-sekali gak dibimbing. Kita membayar mahal untuk pendidikan bisa jadi cuma untuk dengerin omong kosong oknum. Dan ketika kita bertanya sesuatu yang tidak diketahui oleh dosen, si dosen hanya menjawab "coba kamu cari dulu sendiri".

Gue punya mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih inklusif. Yang terdistribusi. Yang siapa aja bisa berkontribusi tanpa harus S2 dulu. Yang saling membantu dan mendengarkan. Yang menghargai ide-ide besar. Yang tidak harus mengejar kelebihan tapi juga diajarkan untuk menerima kekurangan. Yang bukan cuma pembicara yang baik, tapi juga pendengar yang baik. Yang bukan cuma berbasis industri tapi berbasis informasi. Yang dosen-dosennya open-mind dan mau menerima kritik. Yang terbuka dan memiliki banyak alternatif model pendidikannya. Dan dimana masa depan kita tidak ditentukan oleh ijazah kita, tapi oleh pemikiran kita.

Karena pendidikan bagi kami, pendidikan adalah #RenaisanceOfTheDarkEdge